Waktu baca ± 3 menit
Alasan seseorang memilih vegan sangat beragam. Beberapa di antaranya adalah:
Namun, penting untuk diingat bahwa memilih vegan bukan jaminan langsung untuk hidup lebih sehat. Banyak produk dan praktik yang mengklaim "ramah vegan" justru dapat merugikan kesehatan jika tidak dipahami dengan baik.
Pola makan nabati berarti menghindari konsumsi produk hewani. Pertanyaannya, apakah pola makan ini selalu lebih sehat? Jawabannya tidak sesederhana itu. Efek pola makan nabati terhadap kesehatan sangat bergantung pada kualitas makanan dan pola hidup secara keseluruhan.
Banyak orang yang merasakan manfaat kesehatan setelah beralih ke pola makan nabati. Ini seringkali disebabkan oleh peningkatan konsumsi serat alami dari sayuran, buah-buahan, dan tanaman lain. Serat sangat penting untuk kesehatan pencernaan dan keseimbangan mikrobioma usus, yang berperan besar dalam sistem imun dan kesehatan secara umum.
Selain itu, penghindaran produk hewani dapat mengurangi asupan senyawa proinflamasi. Produk susu, misalnya, mengandung lebih dari 60 jenis hormon alami, termasuk estrogen dan IGF-1, yang dapat memicu inflamasi. Mayoritas produk susu juga mengandung A1 kasein dan protein whey yang berpotensi menimbulkan reaksi inflamasi. Belum lagi, banyak orang mengalami intoleransi laktosa tanpa menyadarinya. Beberapa orang yang berhenti mengonsumsi produk susu melaporkan perbaikan signifikan pada masalah pencernaan dan kulit, seperti jerawat dan inflamasi.
Namun, di sisi lain, banyak produk vegan modern yang sangat olahan ultraproses, termasuk daging dari tumbuhan olahan. Produk ini dirancang untuk meniru rasa, tekstur, dan penampilan daging hewan, dan dipasarkan sebagai alternatif yang lebih sehat dan ramah lingkungan.
Mari kita bedah salah satu contoh daging vegan populer. Bahan utama produk ini adalah TVP (Textured Vegetable Protein atau Protein Nabati Terstruktur), yaitu protein nabati terstruktur yang terbuat dari kedelai. Klaimnya menggunakan kedelai non-GMO, yang terdengar positif. Namun, tidak ada informasi mengenai apakah kedelai tersebut organik atau tidak. Ini penting karena kedelai non-GMO pun masih berpotensi terpapar glifosat, herbisida yang dapat merusak neurotransmitter, memicu neuroinflamasi, merusak mitokondria, dan berkontribusi pada berbagai masalah kesehatan.
Proses produksi TVP juga menimbulkan kekhawatiran. Pembuatan TVP melibatkan pemisahan protein dan lemak dari kedelai menggunakan pelarut kimia bernama heksana. Heksana adalah neurotoksin yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan otak dan saraf, kesemutan, mati rasa, kelemahan otot, bahkan kelumpuhan. Industri tidak wajib mencantumkan heksana pada label produk karena dianggap sebagai bahan pendukung produksi, bukan bahan utama.
Selain TVP dan potensi residu heksana, daging dari tumbuhan olahan seringkali mengandung berbagai bahan tambahan lain, seperti tepung roti, tepung terigu (gluten), dan karagenan. Karagenan adalah bahan yang berisiko menyebabkan inflamasi, gangguan pencernaan, dan bahkan diduga memiliki potensi karsinogenik. Belum lagi perisa sintetik, minyak sayur olahan, dan bahan-bahan lain yang mungkin tersembunyi di balik label "perisa alami". Minyak sayur olahan sendiri sudah menjadi perhatian karena proses pembuatannya dan kandungan omega-6 yang tinggi.
Selain daging dari tumbuhan olahan, ada juga daging kultur atau daging laboratorium. Meskipun tidak sepenuhnya vegan, daging kultur diklaim sebagai alternatif bebas kekejaman. Namun, proses pembuatannya melibatkan FBS (Fetal Bovine Serum atau Serum Bovin Fetal) yang berasal dari janin sapi untuk pertumbuhan sel. Selain itu, beberapa pihak menggunakan sel "immortalized" atau sel abadi yang memiliki karakteristik mirip sel kanker agar sel dapat berkembang biak dengan cepat.
Dampak kesehatan jangka panjang daging kultur masih belum diketahui karena teknologinya relatif baru. Dari segi lingkungan, beberapa riset bahkan menunjukkan bahwa daging kultur memiliki dampak emisi karbon yang lebih buruk dibandingkan sapi biasa. Jadi, klaim bahwa daging kultur lebih baik untuk planet juga patut dipertanyakan.
Jika bukan untuk kesehatan atau lingkungan, lalu mengapa industri berlomba-lomba menciptakan produk pengganti daging? Jawabannya kemungkinan besar adalah keuntungan finansial. Bahan baku daging dari tumbuhan olahan, seperti kedelai, jauh lebih murah dibandingkan daging sapi asli. Biaya produksi yang rendah dan harga jual yang kompetitif atau bahkan lebih mahal, terutama jika dipasarkan sebagai produk "sehat", menghasilkan profit yang sangat besar.
Selain itu, produksi daging dari tumbuhan olahan jauh lebih mudah dan cepat dibandingkan beternak hewan. Industri dapat mengontrol seluruh proses produksi dari pertanian hingga pabrik, tanpa risiko penyakit hewan atau tantangan lain dalam beternak. Daging kultur bahkan lebih terkontrol karena diproduksi sepenuhnya di laboratorium.
Industri memiliki anggaran pemasaran yang besar untuk mempromosikan produk-produk ini, termasuk melalui dokumenter dan influencer yang menggiring opini publik agar beralih ke pola makan vegan dan mengonsumsi produk daging dari tumbuhan olahan. Sebaliknya, informasi yang mengungkap kebenaran tentang potensi masalah produk-produk ini mungkin sulit menjangkau masyarakat luas karena berbagai faktor, termasuk algoritma media sosial dan tekanan dari pihak-pihak berkepentingan.
Pola makan vegan yang dijalankan dengan benar dapat memberikan manfaat kesehatan. Kuncinya adalah fokus pada makanan utuh nabati, yaitu makanan utuh yang minim proses, seperti sayuran, buah-buahan, biji-bijian, kacang-kacangan, dan polong-polongan. Hindari daging vegan olahan dan produk olahan ultraproses lainnya.
Untuk sumber protein vegan yang lebih sehat, pilih edamame, kedelai organik non-GMO, tahu, tempe, biji rami, dan berbagai jenis polong-polongan dan kacang-kacangan.
Penting untuk diingat bahwa ada beberapa nutrisi yang rentan kurang dalam pola makan vegan karena nutrisi ini lebih banyak ditemukan dalam produk hewani. Nutrisi tersebut antara lain:
Jika nutrisi-nutrisi ini sulit dipenuhi hanya dari makanan nabati, suplementasi mungkin diperlukan. Suplemen berfungsi untuk melengkapi, bukan menggantikan pola makan sehat. Pilih suplemen berkualitas jika diperlukan, seperti omega-3 dari alga untuk vegan.
Veganisme sebagai sebuah pilihan pola makan dan gaya hidup memiliki berbagai alasan dan pertimbangan. Pola makan nabati dapat bermanfaat bagi kesehatan jika dijalankan dengan benar, yaitu dengan fokus pada makanan utuh dan memperhatikan kecukupan nutrisi. Namun, daging dari tumbuhan olahan seringkali merupakan produk olahan ultraproses yang justru dapat merugikan kesehatan karena kandungan bahan tambahan dan proses produksinya.
Penting untuk selalu memiliki kesadaran penuh terhadap apa yang kita masukkan ke dalam tubuh. Jangan terjebak dalam klaim pemasaran produk "sehat" tanpa memahami kandungan dan proses pembuatannya. Pilihlah makanan yang benar-benar menyehatkan, baik untuk tubuh, planet, dan kesejahteraan hewan.