Waktu baca ± 3 menit
Hipertensi adalah salah satu masalah kesehatan yang paling banyak dialami selama masa kehamilan. Meskipun terbilang umum, hipertensi pada ibu hamil tidak boleh disepelekan karena kondisi ini dapat meningkatkan risiko gangguan perkembangan janin hingga berakibat fatal pada ibu dan bayi.
Hipertensi dapat terjadi pada 10% dari seluruh kasus kehamilan dan tergolong sering jika dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya. Kondisi ini bahkan dapat menimpa wanita hamil yang sebelumnya selalu memiliki tekanan darah normal.
Sebelum menentukan cara untuk mengatasinya, Anda perlu mengetahui terlebih dulu jenis hipertensi yang Anda hadapi. Diagnosis terhadap hipertensi pada ibu hamil umumnya dibagi menjadi empat kategori, yakni sebagai berikut:
Tekanan darah yang tidak terkontrol selama masa kehamilan dapat menyebabkan berbagai gangguan pada perkembangan janin. Semakin tinggi tekanan darah dan semakin lama ibu mengalaminya, maka komplikasi pada janin akan semakin parah. Salah satu dampaknya yang paling berbahaya adalah meningkatnya kemungkinan keguguran pada trimester awal dan kematian janin mendadak (stillbirth).
Bila kehamilan berlanjut, tumbuh kembang janin akan terhambat, bahkan gagal. Masalah ini pun kemudian dapat berimbas pada gangguan kognitif anak yang lahir.
Hipertensi pada ibu hamil umumnya tidak menyebabkan kesulitan untuk kehamilan berikutnya. Namun, risiko hipertensi tetap ada saat Anda mengalami kehamilan kedua dan selanjutnya. Terlebih jika Anda memiliki penyakit kronis seperti diabetes.
Anda tetap dapat melakukan persalinan normal walaupun memiliki hipertensi. Namun, ada sejumlah kondisi yang harus dipenuhi. Poin yang paling penting adalah persalinan harus berlangsung dalam waktu singkat. Untuk itu, Anda harus mampu mengejan dengan efektif agar bayi bisa lekas keluar dari kandungan.
Sejumlah kasus persalinan mungkin dapat memakan waktu hingga 2-3 hari, tapi ini merupakan pantangan besar bila Anda memiliki hipertensi. Bila persalinan berlangsung lebih lama dari seharusnya, Anda mungkin perlu menjalani proses induksi atau bahkan operasi caesar selama tidak terdapat kontraindikasi yang membahayakan.
Lalu, bagaimana jika Anda didiagnosis memiliki hipertensi saat usia kehamilan telah cukup untuk melakukan persalinan? Untuk kasus seperti ini, Saya menyarankan agar bayi segera dilahirkan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Apakah persalinan dapat dilakukan secara normal atau melalui operasi caesar, itu bergantung pada kondisi janin dan Anda sendiri.
Seperti pasien hipertensi pada umumnya, ibu hamil yang mengalami hipertensi juga boleh mengonsumsi obat-obatan penurun tekanan darah. Namun, perlu diperhatikan bahwa konsumsi obat-obatan ini harus berdasarkan ketentuan resep karena tidak semua jenis obat hipertensi boleh dikonsumsi saat hamil.
Sayangnya, konsumsi obat hipertensi bisa dikatakan bukanlah solusi mutlak untuk menyelesaikan masalah kesehatan ini. Terlebih lagi jika Anda hanya mengandalkan gaya hidup sehat dan perbaikan pola makan saat sudah terdiagnosis hipertensi saat hamil.
Perbaikan gaya hidup dan pola makan seharusnya sudah dilakukan jauh-jauh hari saat Anda merencanakan kehamilan, dan terdiri dari cara berikut:
Jika Anda mengalami obesitas saat merencanakan kehamilan, ada baiknya untuk menunda kehamilan terlebih dahulu. Namun, terkadang ada kondisi tertentu yang mungkin membuat Anda tidak dapat menunda kehamilan. Dalam kasus seperti ini, maka prinsip utamanya bukan lagi untuk menurunkan berat badan, melainkan menjaga berat badan tetap terkontrol dan tidak naik secara terus-menerus guna mencegah hipertensi pada ibu hamil.
Pada kondisi hamil, ada penambahan kebutuhan sel karena ada tambahan 1 jiwa dalam tubuh ibu yaitu janin. Selama belum hamil, tubuh hanya dituntut untuk pemenuhan nutrisi pada sel-selnya sendiri untuk menjaga kesehatannya; namun pada kondisi hamil pemenuhannya meningkat yaitu untuk kebutuhan sel-sel tubuh ibunya dan untuk kebutuhan sel-sel pada janin pada masa pembentukan organ tubuhnya; pada masa ini kebutuhan nutrisi selnya bisa meningkat berlipat-lipat.
Pada kondisi hamil ini pasokan nutrisi dari lambung terbatas, apalagi kalau si Ibu lambungnya bermasalah maka akan semakin kekurangan pasokannya. Nah pada saat kekurangan pasokan ini tubuh akan membongkar cadangan energi yang disimpan dalam bentuk lemak (itulah sebabnya wanita lebih kaya lemak dibanding pria). Lemak akan mengalami lisis oleh perintah hormon insulin dan glukagon. Setelah cadangan lemak dilisis menjadi asam lemak + gliserol kemudian lemak ini ditransfer ke liver dalam bentuk trigliserida. Proses pembongkaran dan pengiriman trigliserida ini terjadi di semua saluran organ tubuh yang semuanya menuju liver, nah saat proses transportasi trigliserida ini maka terjadi peningkatan masa dalam darah yang berakibat Ibu hamil mengalami perubahan tekanan darah. Dari liver sumber energi ini baru dikirimkan ke plasenta untuk memenuhi kebutuhan janin guna proses pertumbuhan janin menjadi bayi yang sempurna.
Pada ibu yang lambungnya bermasalah saat hamil, karena tuntutan kebutuhan nutrisi sel yang urgent untuk janin, maka terjadi peningkatan produksi nutrisi sel oleh lambung dan liver. Nah saat lambungnya bermasalah, kemudian produksi nutrisi sel dari lambung ditingkatkan maka otomatis nutrisi sel yang diproduksi oleh lambung juga meningkat; sejalan dengan kondisi lambungnya yang kurang bagus nutrisi sel yang diproduksi kebanyakan masih berupa polimer bukan monomer. Polimer-polimer inilah yang menyebabkan tekanan darah menjadi up and down.